Arsenal Suporters Indonesia. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Undang Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : 
a.bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamikayang terjadi di masyarakat;
b. bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;
d. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
e. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan
dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat;
f. bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud dalam huruf a, huruf
b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;

Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas(borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain
memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, h
ukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian
informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komput
er, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atauuntuk mencapai hasil yang khusus, termasuk
persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatubentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknisdan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication. Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus
pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana
kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit.

Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah Menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.

Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas. Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum,
aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

UU no 36 Tentang Telekomunikasi



PENJELASAN ATAS UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 36 TAHUN 1999 TENTANG T E L E K O M U N I K A S I U M U M

Sejak diundangkannya Undang- undang No. 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran panting dan strategis dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa.

Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang
berlangsung sangat cepat telah mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan penyiaran, sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.

Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional sudah merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor swasta dalam penyelenggaraan telekompnikasi, penguasaan teknologi telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Perkembangan teknologi telekomunikasi di tingkat internasional yang diikuti dengan peningkatan penggunaannya sebagai salah satu komoditas perdagangan, yang memiliki nilai komersial tinggi, telah mendorong terjadinya berbagai kesepakatan multilateral.

Sebagai negara yang aktif dalam membina hubungan antar negara atas dasar kepentingan nasional, keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kesepakatan multilateral menimbulkan berbagai konsekuensi yang harus dihadapi den diikuti. Sejak penandatanganan General Agreement on Trade and Services (GATS) di Marrakesh, Maroko, pada tgl. 15 April 1994, yang telah diratifikasi dengan Undang - undang No. 7 Tahun 1994, penyelenggaraan telekomunikasi nasional menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perdagangan global.

Sesuai dengan prinsip perdagangan global, yang menitikberatkan pada asas perdagangan bebas dan tidak diskriminatif, Indonesia harus menyiapkan diri untuk menyesuaikan penyelenggaraan telekomunikasi. Dengan memperhatikan hal tsb di atas, maka peran Pemerintah dititikberatkan pada pembinaan yang meliputi penentuan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian dengan mengikutsertakan peran masyarakat.
Peningkatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan telekomunikasi tidak mengurangi prinsip dasar yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945, yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, ha12 yang menyangkut
pemanfaatan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang merupakan sumber daya alam yang terbatas dikuasai oleh negara.

Dengan tetap berpijak pada arah dan kebijakan pembangunan nasional serta dengan memperhatikan perkembangan yang berlangsung baik secara nasional maupun internasional, terutama di bidang teknologi telekomunikasi, norma hukum bagi pembinaan dan penyelenggaraan telekomunikasi yang diatur dalam Undang - undang No. 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi perlu diganti.
Undang-Undang ITE boleh disebut sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia maya, meskipun di beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang sedikit terlewat. Muatan UU ITE adalah sebagai berikut:
ü  Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas)
ü  Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP
ü  UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia
ü  Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual
ü  Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
  1. Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
  2. Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
  3. Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
  4. Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
  5. Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
  6. Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
  7. Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
  8. Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik(phising?)  
Berikut ini adalah penjelasan mengenai latar belakang lahirnya Undang-Undang ITE:
  1. Presiden mengeluarkan Undang-undang ini untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat Indonesia dan luar Indonesia. Dalam pasal-pasal yang menjelaskan memberikan rasa aman dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
  2. Semakin berkembangnya kejahatan dalam masyarakat, sehingga hukum tjuga harus berkembang agar fungsinya sebagai pemberi rasa aman dapat terpenuhi, dengan adanya Undang-undang ini maka diharapkan masyarakat takut untuk melakuakan kesalahan, karna dijelaskan pada pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekwensi yang timbul, tetapi dalam Undang-Undang ITE pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a)      jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi.
b)      jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c)       jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
Pada pasal 33 menjelaskan bahwa Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya. Juga undang ini barang siapa yang melanggar akan mendapatkan hukuman atau sangsi.
  1. Sudah tidak memungkinkan lagi menggunakan hukum konvensional. Analogi masalahnya adalah mirip dengan kekagetan hukum konvensional dan aparat ketika awal mula terjadi pencurian listrik. Barang bukti yang dicuripun tidak memungkinkan dibawah ke ruang sidang. Demikian dengan apabila ada kejahatan dunia maya, pencurian bandwidth, dan lain sebagainya.
  2. Indonesia menjadi tampak tertinggal dan sedikit terkucilkan di dunia internasional, karena negara lain misalnya Malaysia, Singapore dan Amerika sudah sejak 10 tahun yang lalu mengembangkan dan menyempurnakan Cyberlaw yang mereka miliki. Malaysia punya Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) 1997, Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998, dan Digital Signature Act (Akta Tandatangan Digital) 1997. Singapore juga sudah punya The Electronic Act (Akta Elektronik) 1998, Electronic Communication Privacy Act (Akta Privasi Komunikasi Elektronik) 1996. Amerika intens untuk memerangi child pornography dengan: US Child Online Protection Act (COPA), US Child Pornography Protection Act, US Child Internet Protection Act (CIPA), US New Laws and Rulemaking. Jadi Undang-Undang ITE adalah kebutuhan kita bersama. Cyberlaw akan menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis Internet, para akademisi dan masyarakat secara umum.
  3. Menjamin kepastian hukum di bidang informasi dan transaksi elektronik. Jaminan tersebut penting, mengingat perkembangan teknologi informasi telah mengakibatkan perubahan-perubahan di bidang ekonomi dan sosial. Perkembangan teknologi informasi telah memudahkan kita mencari dan mengakses informasi dalam dan melalui sistem komputer serta membantu kita untuk menyebarluaskan atau melakukan tukar-menukar informasi dengan cepat. Jumlah informasi yang tersedia di internet semakin bertambah terus tidak dipengaruhi oleh perbedaan jarak dan waktu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ulasan Undang Undang no 19 tentang Hak Cipta



Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG HAK CIPTA

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang - undang ini yang dimaksud dengan:
1.Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan - pembatasan menurut peraturan perundang - undangan yang berlaku.
2.Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama - sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
3.Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan
ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
4.Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari
pihak yang menerima hak tersebut.
5.Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau
penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet,
atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau
dilihat orang lain.
6.Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun
bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun
tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
7.Potret adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh
lainnya ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun.
8.Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa,
kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat
dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan
fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam
merancang instruksi-instruksi tersebut.
9.Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku
untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara
untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan
bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karyasiarannya.
10.Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan,
memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau
memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya.

Pasal 4
(1)Hak Cipta yang dimiliki oleh Pencipta, yang setelah Penciptanya meninggal dunia,
menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak
dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
(2)Hak Cipta yang tidak atau belum diumumkan yang setelah Penciptanya meninggal dunia,
menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak
dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.

Bagian Kedua
Pencipta

Pasal 5
(1)Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta adalah:
a.orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal;
atau
b.orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada
suatu Ciptaan.
(2)Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan
tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagai
Pencipta ceramah tersebut.

Pasal 6
Jika suatu Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau
lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi
penyelesaian seluruh Ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap
sebagai Pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta
masing - masing atas bagian Ciptaannya itu.

Pasal 7
Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di
bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah orang yang
merancang Ciptaan itu.

Pasal 8
(1)Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan
pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya Ciptaan
itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak
Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan yang dibuat
pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.
(3)Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang
membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali
apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.

Pasal 9
Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa Ciptaan berasal dari padanya dengan tidak
menyebut seseorang sebagai Penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai
Penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya.

Bagian Ketiga
Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui

Pasal 10
(1)Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda
budaya nasional lainnya.
(2)Negara memegang Hak Cipta atas folklordan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik
bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan,
koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
(3)Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang
bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang
terkait dalam masalah tersebut.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11
(1)Jika suatu Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan, Negara
memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
(2)Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya atau pada Ciptaan
tersebut hanya tertera nama samaran Penciptanya, penerbit memegang Hak Cipta atas
Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
(3)Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/atau
penerbitnya, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan
Penciptanya.

Bagian Keempat
Ciptaan yang Dilindungi

Pasal 12
(1)Dalam Undang - undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a.buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan,
dan semua hasil karya tulis lain;
b.ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c.alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d.lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e.drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f.seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni
pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g.arsitektur;
h.peta;
i.seni batik;
j.fotografi;
k.sinematografi;
l.terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai,database, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.

(2)Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan
tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
(3)Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua
Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan
yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.

Pasal 13
Tidak ada Hak Cipta atas:
a. hasil rapat terbuka lembaga - lembaga Negara;
b.peraturan perundang - undangan;
c.pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
d.putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
e.keputusan badan arbitrase atau keputusan badan - badan sejenis lainnya.

Bagian Kelima
Pembatasan Hak Cipta

Pasal 14
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a.Pengumuman dan/atau Perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut
sifatnya yang asli;
b.Pengumuman dan/atau Perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak
oleh atau atas nama Pemerintah, kecuali apabila Hak Cipta itu dinyatakan dilindungi, baik
dengan peraturan perundang - undangan maupun dengan pernyataan pada Ciptaan itu sendiri
atau ketika Ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau
c.Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga
Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus
disebutkan secara lengkap.

Pasal 15
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai
pelanggaran Hak Cipta:
a.penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b.pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan
pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;
c.pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
(i)ceramah yang semata - mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
(ii)pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
d.Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille
guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
e.Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat
apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau
pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata - mata untuk keperluan
aktivitasnya;
f.perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya
arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
g.pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer
yang dilakukan semata - mata untuk digunakan sendiri.

Bagian Keenam
Hak Cipta atas Potret

Pasal 19
(1)Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret
seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli
warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal
dunia.
(2)Jika suatu Potret memuat gambar 2 (dua) orang atau lebih, untuk Perbanyakan atau
Pengumuman setiap orang yang dipotret, apabila Pengumuman atau Perbanyakan itu
memuat juga orang lain dalam potret itu, Pemegang Hak Cipta harus terlebih dahulu
mendapatkan izin dari setiap orang dalam Potret itu, atau izin ahli waris masing - masing
dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah yang dipotret meninggal dunia.
(3)Ketentuan dalam pasal ini hanya berlaku terhadap Potret yang dibuat:
a.atas permintaan sendiri dari orang yang dipotret;
b.atas permintaan yang dilakukan atas nama orang yang dipotret; atau
c.untuk kepentingan orang yang dipotret.

Pasal 20
Pemegang Hak Cipta atas Potret tidak boleh mengumumkan potret yang dibuat:
a.tanpa persetujuan dari orang yang dipotret;
b.tanpa persetujuan orang lain atas nama yang dipotret; atau
c.tidak untuk kepentingan yang dipotret,apabila Pengumuman itu bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret, atau dari salah seorang ahli warisnya apabila orang yang dipotret sudah meninggal dunia.

Pasal 21
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta, pemotretan untuk diumumkan atas seorang
Pelaku atau lebih dalam suatu pertunjukan umum walaupun yang bersifat komersial, kecuali
dinyatakan lain oleh orang yang berkepentingan.

Pasal 22
Untuk kepentingan keamanan umum dan/atau untuk keperluan proses peradilan pidana, Potret seseorang dalam keadaan bagaimanapun juga dapat diperbanyak dan diumumkan oleh instansi yang berwenang.

Pasal 23
Kecuali terdapat persetujuan lain antara Pemegang Hak Cipta dan pemilik Ciptaan fotografi,
seni lukis, gambar, arsitektur, seni pahat dan/atau hasil seni lain, pemilik berhak tanpa
persetujuan Pemegang Hak Cipta untuk mempertunjukkan Ciptaan di dalam suatu pameran
untuk umum atau memperbanyaknya dalam satu katalog tanpa mengurangi ketentuan Pasal 19 dan Pasal 20 apabila hasil karya seni tersebut berupa Potret.

Bagian Ketujuh
Hak Moral

Pasal 24
(1)Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut Pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta
tetap dicantumkan dalam Ciptaannya.
(2)Suatu Ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak
lain, kecuali dengan persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal
Pencipta telah meninggal dunia.
(3)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga terhadap perubahan judul dan anak judul Ciptaan, pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Pencipta.
(4)Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada Ciptaannya sesuai dengan kepatutan
dalam masyarakat.


Pasal 25
(1)Informasi elektronik tentang informasi manajemen hak Pencipta tidak boleh ditiadakan
atau diubah.
(2)Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 26
(1)Hak Cipta atas suatu Ciptaan tetap berada di tangan Pencipta selama kepada pembeli
Ciptaan itu tidak diserahkan seluruh Hak Cipta dari Pencipta itu.
(2)Hak Cipta yang dijual untuk seluruh atau sebagian tidak dapat dijual untuk kedua kalinya
oleh penjual yang sama.
(3)Dalam hal timbul sengketa antara beberapa pembeli Hak Cipta yang sama atas suatu
Ciptaan, perlindungan diberikan kepada pembeli yang lebih dahulu memperoleh Hak Cipta
itu.

Bagian Kedelapan
Sarana Kontrol Teknologi

Pasal 27
Kecuali atas izin Pencipta, sarana kontrol teknologi sebagai pengaman hak Pencipta tidak
diperbolehkan dirusak, ditiadakan, atau dibuat tidak berfungsi.

Pasal 28
(1)Ciptaan - ciptaan yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi, khususnya di
bidang cakram optik (optical disc), wajib memenuhi semua peraturan perizinan dan
persyaratan produksi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana produksi berteknologi tinggi yang memproduksi
cakram optik sebagaimana diatur pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III
MASA BERLAKU HAK CIPTA

Pasal 29
(1)Hak Cipta atas Ciptaan:
a.buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain;
b.drama atau drama musikal, tari, koreografi;
c.segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung;
d.seni batik;
e.lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
f.arsitektur;
g.ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lain;
h.alat peraga;
i.peta;
j.terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia.
(2)Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau
lebih, Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan
berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.


Pasal 30
(1)Hak Cipta atas Ciptaan:
a.Program Komputer;
b.sinematografi;
c.fotografi;
d.database; dan
e.karya hasil pengalihwujudan, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
(2)Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh)
tahun sejak pertama kali diterbitkan.
(3)Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini serta
Pasal 29 ayat (1) yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku selama 50
(lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.

Pasal 31
(1)Hak Cipta atas Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara berdasarkan:
a.Pasal 10 ayat (2) berlaku tanpa batas waktu;
b.Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan
tersebut pertama kali diketahui umum.
(2)Hak Cipta atas Ciptaan yang dilaksanakan oleh penerbit berdasarkan Pasal 11 ayat (2)
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali diterbitkan.

Pasal 32
(1)Jangka waktu berlakunya Hak Cipta atas Ciptaan yang diumumkan bagian demi bagian
dihitung mulai tanggal Pengumuman bagian yang terakhir.
(2)Dalam menentukan jangka waktu berlakunya Hak Cipta atas Ciptaan yang terdiri atas 2
(dua) jilid atau lebih, demikian pula ikhtisar dan berita yang diumumkan secara berkala dan
tidak bersamaan waktunya, setiap jilid atau ikhtisar dan berita itu masing - masing dianggap
sebagai Ciptaan tersendiri.

Pasal 33
Jangka waktu perlindungan bagi hak Pencipta sebagaimana dimaksud dalam:
a.Pasal 24 ayat (1) berlaku tanpa batas waktu;
b.Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) berlaku selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas
Ciptaan yang bersangkutan, kecuali untuk pencantuman dan perubahan nama atau nama
samaran Penciptanya.

Pasal 34
Tanpa mengurangi hak Pencipta atas jangka waktu perlindungan Hak Cipta yang dihitung
sejak lahirnya suatu Ciptaan, penghitungan jangka waktu perlindungan bagi Ciptaan yang
dilindungi:
a. selama 50 (lima puluh) tahun;
b.selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta
meninggal dunia dimulai sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah Ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan, atau setelah Pencipta meninggal dunia.





BAB IV
PENDAFTARAN CIPTAAN


Pasal 35
(1)Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat da
lam Daftar Umum Ciptaan.
(2)Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
(3)Setiap orang dapat memperoleh untuk dirinya sendiri suatu petikan dari Daftar Umum
Ciptaan tersebut dengan dikenai biaya.
(4)Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan
kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta.

Pasal 36
Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan
atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang didaftar.

Pasal 37
(1)Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas Permohonan yang
diajukan oleh Pencipta atau oleh Pemegang Hak Cipta atau Kuasa.
(2)Permohonan diajukan kepada Direktorat Jenderal dengan surat rangkap 2 (dua) yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai contoh Ciptaan atau penggantinya dengan dikenai
biaya.
(3)Terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal akan
memberikan keputusan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya
Permohonansecara lengkap.
(4)Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah konsultan yang terdaftar pada
Direktorat Jenderal.
(5)Ketentuan mengenai syarat - syarat dan tata cara untuk dapat diangkat dan terdaftar sebagai konsultan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah.
(6)Ketentuan lebih lanjut tentang syarat dan tata cara Permohonan ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.

Pasal 38
Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan hukum yang secara
Bersama - sama berhak atas suatu Ciptaan, Permohonan tersebut dilampiri salinan resmi akta
atau keterangan tertulis yang membuktikan hak tersebut.

Pasal 39
Dalam Daftar Umum Ciptaan dimuat, antara lain:
a.nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta;
b.tanggal penerimaan surat Permohonan;
c.tanggal lengkapnya persyaratan menurut Pasal 37; dan
d.nomor pendaftaran Ciptaan.

Pasal 40
(1)Pendaftaran Ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya Permohonan oleh
Direktorat Jenderal dengan lengkap menurut Pasal 37, atau pada saat diterimanya
Permohonan dengan lengkap menurut Pasal 37 dan Pasal 38 jika Permohonan diajukan
oleh lebih dari seorang atau satu badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.
(2)Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 41
(1)Pemindahan hak atas pendaftaran Ciptaan, yang terdaftar menurut Pasal 39 yang terdaftar
dalam satu nomor, hanya diperkenankan jika seluruh Ciptaan yang terdaftar itu dipindahkan haknya kepada penerima hak.
(2)Pemindahan hak tersebut dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permohonan tertulis dari kedua belah pihak atau dari penerima hak dengan dikenai biaya.
(3)Pencatatan pemindahan hak tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh
Direktorat Jenderal.

Pasal 42
Dalam hal Ciptaan didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 39, pihak lain
yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui
Pengadilan Niaga.

Pasal 43
(1)Perubahan nama dan/atau perubahan alamat orang
atau badan hukum yang namanya
tercatat dalam Daftar Umum Ciptaan sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dicatat
dalam Daftar Umum Ciptaan atas permintaan tertulis Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
yang mempunyai nama dan alamat itu dengan dikenai biaya.
(2)Perubahan nama dan/atau perubahan alamat tersebut diumumkan dalam Berita Resmi
Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 44
Kekuatan hukum dari suatu pendaftaran Ciptaan hapus karena:
a.penghapusan atas permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
b.lampau waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 dengan
mengingat Pasal 32;
c.dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

BAB V
LISENSI

Pasal
45
(1)Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat
perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2)Kecuali diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu
Lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
(3)Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh
penerima Lisensi.
(4)Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi
adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada
kesepakatan organisasi profesi.


Pasal 46
Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau
memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2.

Pasal 47
(1)Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang
merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2)Agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib
dicatatkan di Direktorat Jenderal.
(3)Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan
Presiden.

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa, dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi. Kekayaan seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh undang - undang. Kekayaan itu tidak semata - mata untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan di bidangperdagangan dan industri yang melibatkan para Penciptanya. Dengan demikian, kekayaan seni dan budaya yang dilindungi itu dapat meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi para Penciptanya saja, tetapi juga bagi bangsa dan negara.

Indonesia telah ikut serta dalam pergaulan masyarakat dunia dengan menjadi anggota dalam Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan
Intelektual), selanjutnya disebut TRIPs, melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO), selanjutnya disebut WCT, melalui
Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.

Saat ini Indonesia telah memiliki Undang - undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang - undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang - undang Nomor 12 Tahun 1997 yang selanjutnya disebut Undang - undang Hak Cipta. Walaupun perubahan itu telah memuat beberapa penyesuaian pasal
yang sesuai dengan TRIPs, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya - karya intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tersebut di atas. Dari beberapa konvensi di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang disebut di atas, masih terdapat beberapa ketentuan yang sudah sepatutnya dimanfaatkan. Selain itu, kita perlu menegaskan dan memilah kedudukan Hak Cipta di satu pihak dan Hak Terkait di lain pihak dalam rangka memberikan perlindungan bagi karya intelektual yang bersangkutan secara lebih jelas. Dengan memperhatikan hal - hal di atas dipandang perlu untuk mengganti Undang – undang Hak Cipta dengan yang baru. Hal itu disadari karena kekayaan seni dan budaya, serta pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional.

Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan serta produk Hak Terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan.

Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar.

Undang - undang ini memuat beberapa ketentuan baru, antara lain, mengenai:
1.database merupakan salah satu Ciptaan yang dilindungi;
2.penggunaan alat apa pun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet, untuk pemutaran produk - produk cakram optik
(optical disc) melalui media audio, media audiovisual dan/atau sarana telekomunikasi;
3.penyelesaian sengketa oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa;
4.penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi pemegang hak;
5.batas waktu proses perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait, baik di Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung;
6.pencantuman hak informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi;
7.pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap produk-produk yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi;
8.ancaman pidana atas pelanggaran Hak Terkait;
9.ancaman pidana dan denda minimal;
10.ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan Program Komputer untuk kepentingan komersial secara tidak sah dan melawan hukum.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS