Saya akan menceritakan sedikit tentang bagaimana pengalaman dan kemampuan saya di kuliah saya yang hampir lulus ini . Mungkin heran nanti pada akhirnya bahwa saya masuk jurusan sistem informasi untuk belajar komputer di perangkat lunak nya atau software nya tetapi di luar itu saya tidak terlalu mengerti tentang selak beluk software Sebenarnya diluar kuliah saya , saya bekerja sambilan terkadang ada terkadang tidak ada lalu saya jga tidak rutin untuk terus kerja saya lebih mengutamakan kuliah saya . Pekerjaan saya yg terkadang2 itu merakit atau perakitan komputer2 yg rusak atau ada perbaikan2 kecil , sudah lama saya berkelut di bidang pekerjaan itu semenjak baru masuk kuliah , mungkin aneh kalo dibilang cara saya bisa mendapatkan pekerjaan itu.
Dimula saat itu saya masih gemar2 nya main media sosial seperti facebook , di media sosial itu saya sering melihat profile orang2 atau teman saya dengan berbagai pekerjaan , nah dari situ saya iseng untuk menulis skill yang saya punya di profile media sosial saya hanya iseng padahal hehe...
Setelah saya bermain2 seperti biasa dengan lagi asik2nya saya di chat oleh seseorang yang ingin menwarkan pekerjaan pada saya ia memberikan pekerjaan dan gambaran nya bagaimana pekerjaan nya dan tempatnya , disitu saya masih bingung ini bohong atau tidak lalu saya bergegas merespon untuk pergi ke tempat yang diberikan , dan ternyata benar saja saya disambut baik disana saya di test oleh orang itu dan berhasil dengan sempurna .
Setelah diterima disana saya sering dihubungin utnuk kerja kalo saya lbur atau waktu ksong dsana adalah kerja team karena smakin berjalan nya waktu dan kemampuan skill saya , saya sekaranf sudah menjadi ketua team dan bisa lebih menghandle pekerjaan sayaa. Pekerjaan tersebut walau hanya merakit komputer dan perbaikan dalam jumlah banyak untuk saya ini adlah pengalaman saya sehingga saya ada bekal untuk dunia pekerjaan yang nyata setelah lulus nanti.
Skill Saya Selama Di 8 Semester Ini
Kamis, Juni 11, 2015 |
Label:
Tugas Softskill
Comments 0
Undang Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Senin, Mei 11, 2015 |
Label:
Tugas Softskill
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang
berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamikayang
terjadi di masyarakat;
b. bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian
dari
masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai
pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan
Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke
seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat
telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang
yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum
baru;
d. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan
untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
e. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan
dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat;
f. bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi
melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi
Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan
memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud dalam huruf a,
huruf
b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik
perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia
menjadi tanpa batas(borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan
budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat
ini menjadi pedang bermata dua karena selain
memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan
peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber
atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional
digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan
perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, h
ukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah
hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya
(virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir
mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem
komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan
memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem
elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali
dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian
informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya
dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang
dilaksanakan melalui sistem elektronik. Yang dimaksud dengan sistem elektronik
adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat
keras dan perangkat lunak komput
er, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi
elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi
yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang
apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu
membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atauuntuk mencapai hasil
yang khusus, termasuk
persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem
informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan
telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses,
menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi
elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah
perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatubentuk organisasi
dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut
dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi
secara teknisdan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin
yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya
manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi
input, process, output, storage, dan communication. Sehubungan dengan itu,
dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya
ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus
pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber
tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu
negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi
baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan
transaksi, misalnya pencurian dana
kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian
merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja
belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif,
melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan
dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian,
dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit.
Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena
transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik
(electronic commerce) telah Menjadi bagian dari perniagaan nasional dan
internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi
informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat
dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi
informasi, media, dan komunikasi.
Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber
(cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan
atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak
dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika
cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan
hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat
nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subjek
pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan
perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal
adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang
dibuat di atas kertas. Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi
keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan
komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga
pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum,
aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan
keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum
bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi
informasi menjadi tidak optimal.
UU no 36 Tentang Telekomunikasi
Senin, Mei 11, 2015 |
Label:
Tugas Softskill
PENJELASAN ATAS UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 36 TAHUN 1999 TENTANG
T E L E K O M U N I K A S I U M U M
Sejak diundangkannya Undang- undang No. 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi,
pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan
peran panting dan strategis dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian,
memantapkan pertahanan dan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa,
memperlancar kegiatan pemerintahan, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa
dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan ketahanan nasional serta
meningkatkan hubungan antar bangsa.
Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang
berlangsung sangat cepat telah mendorong terjadinya perubahan mendasar,
melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang
dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan
teknologi informasi dan penyiaran, sehingga dipandang perlu mengadakan penataan
kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.
Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional sudah
merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor swasta dalam
penyelenggaraan telekompnikasi, penguasaan teknologi telekomunikasi, dan
keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Perkembangan
teknologi telekomunikasi di tingkat internasional yang diikuti dengan peningkatan
penggunaannya sebagai salah satu komoditas perdagangan, yang memiliki nilai komersial
tinggi, telah mendorong terjadinya berbagai kesepakatan multilateral.
Sebagai negara yang aktif dalam membina hubungan antar negara atas dasar
kepentingan nasional, keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kesepakatan
multilateral menimbulkan berbagai konsekuensi yang harus dihadapi den diikuti.
Sejak penandatanganan General Agreement on Trade and Services (GATS) di
Marrakesh, Maroko, pada tgl. 15 April 1994, yang telah diratifikasi dengan
Undang - undang No. 7 Tahun 1994, penyelenggaraan telekomunikasi nasional
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perdagangan global.
Sesuai dengan prinsip perdagangan global, yang menitikberatkan pada asas
perdagangan bebas dan tidak diskriminatif, Indonesia harus menyiapkan diri
untuk menyesuaikan penyelenggaraan telekomunikasi. Dengan memperhatikan hal tsb
di atas, maka peran Pemerintah dititikberatkan pada pembinaan yang meliputi
penentuan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian dengan
mengikutsertakan peran masyarakat.
Peningkatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan telekomunikasi tidak
mengurangi prinsip dasar yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang
Dasar 1945, yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyat. Oleh karena itu, ha12 yang menyangkut
pemanfaatan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang merupakan
sumber daya alam yang terbatas dikuasai oleh negara.
Dengan tetap berpijak pada arah dan kebijakan pembangunan nasional serta
dengan memperhatikan perkembangan yang berlangsung baik secara nasional maupun
internasional, terutama di bidang teknologi telekomunikasi, norma hukum bagi
pembinaan dan penyelenggaraan telekomunikasi yang diatur dalam Undang - undang
No. 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi perlu diganti.
Undang-Undang ITE boleh disebut
sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia
maya, meskipun di beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang
sedikit terlewat. Muatan UU ITE adalah sebagai berikut:
ü Tanda tangan elektronik
memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah
dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda
tangan digital lintas batas)
ü Alat bukti elektronik
diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP
ü UU ITE berlaku untuk setiap
orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia
maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia
ü Pengaturan Nama domain dan
Hak Kekayaan Intelektual
ü Perbuatan yang dilarang
(cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
- Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
- Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
- Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
- Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
- Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
- Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
- Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
- Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik(phising?)
Berikut ini adalah penjelasan
mengenai latar belakang lahirnya Undang-Undang ITE:
- Presiden mengeluarkan Undang-undang ini untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat Indonesia dan luar Indonesia. Dalam pasal-pasal yang menjelaskan memberikan rasa aman dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
- Semakin
berkembangnya kejahatan dalam masyarakat, sehingga hukum tjuga harus
berkembang agar fungsinya sebagai pemberi rasa aman dapat terpenuhi,
dengan adanya Undang-undang ini maka diharapkan masyarakat takut untuk
melakuakan kesalahan, karna dijelaskan pada pada ayat (1), bertanggung
jawab atas segala kerugian dan konsekwensi yang timbul, tetapi dalam
Undang-Undang ITE pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum
dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a)
jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi
Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi.
b)
jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c)
jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
Pada pasal 33 menjelaskan bahwa
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan
apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan
Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya. Juga undang ini
barang siapa yang melanggar akan mendapatkan hukuman atau sangsi.
- Sudah tidak memungkinkan lagi menggunakan hukum konvensional. Analogi masalahnya adalah mirip dengan kekagetan hukum konvensional dan aparat ketika awal mula terjadi pencurian listrik. Barang bukti yang dicuripun tidak memungkinkan dibawah ke ruang sidang. Demikian dengan apabila ada kejahatan dunia maya, pencurian bandwidth, dan lain sebagainya.
- Indonesia menjadi tampak tertinggal dan sedikit terkucilkan di dunia internasional, karena negara lain misalnya Malaysia, Singapore dan Amerika sudah sejak 10 tahun yang lalu mengembangkan dan menyempurnakan Cyberlaw yang mereka miliki. Malaysia punya Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) 1997, Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998, dan Digital Signature Act (Akta Tandatangan Digital) 1997. Singapore juga sudah punya The Electronic Act (Akta Elektronik) 1998, Electronic Communication Privacy Act (Akta Privasi Komunikasi Elektronik) 1996. Amerika intens untuk memerangi child pornography dengan: US Child Online Protection Act (COPA), US Child Pornography Protection Act, US Child Internet Protection Act (CIPA), US New Laws and Rulemaking. Jadi Undang-Undang ITE adalah kebutuhan kita bersama. Cyberlaw akan menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis Internet, para akademisi dan masyarakat secara umum.
- Menjamin kepastian hukum di bidang informasi dan transaksi elektronik. Jaminan tersebut penting, mengingat perkembangan teknologi informasi telah mengakibatkan perubahan-perubahan di bidang ekonomi dan sosial. Perkembangan teknologi informasi telah memudahkan kita mencari dan mengakses informasi dalam dan melalui sistem komputer serta membantu kita untuk menyebarluaskan atau melakukan tukar-menukar informasi dengan cepat. Jumlah informasi yang tersedia di internet semakin bertambah terus tidak dipengaruhi oleh perbedaan jarak dan waktu.
Ulasan Undang Undang no 19 tentang Hak Cipta
Senin, Mei 11, 2015 |
Label:
Tugas Softskill
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG HAK CIPTA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang - undang ini yang dimaksud dengan:
1.Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan
atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi
pembatasan - pembatasan menurut peraturan perundang - undangan yang
berlaku.
2.Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama - sama yang
atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,
imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam
bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
3.Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya
dalam lapangan
ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
4.Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak
yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih
lanjut hak dari
pihak yang menerima hak tersebut.
5.Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran,
atau
penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media
internet,
atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca,
didengar, atau
dilihat orang lain.
6.Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara
keseluruhan maupun
bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama
ataupun
tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
7.Potret adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama
bagian tubuh
lainnya ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun.
8.Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk
bahasa,
kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media
yang dapat
dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan
fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk
persiapan dalam
merancang instruksi-instruksi tersebut.
9.Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak
eksklusif bagi Pelaku
untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman
Suara
untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman
bunyinya; dan
bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan
karyasiarannya.
10.Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang
menampilkan,
memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan,
atau
memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni
lainnya.
Pasal 4
(1)Hak Cipta yang dimiliki oleh Pencipta, yang setelah Penciptanya
meninggal dunia,
menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta
tersebut tidak
dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
(2)Hak Cipta yang tidak atau belum diumumkan yang setelah Penciptanya meninggal
dunia,
menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta
tersebut tidak
dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
Bagian Kedua
Pencipta
Pasal 5
(1)Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta adalah:
a.orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat
Jenderal;
atau
b.orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta
pada
suatu Ciptaan.
(2)Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan
tertulis dan
tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya, orang yang berceramah dianggap
sebagai
Pencipta ceramah tersebut.
Pasal 6
Jika suatu Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan
oleh dua orang atau
lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta
mengawasi
penyelesaian seluruh Ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut,
yang dianggap
sebagai Pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi
Hak Cipta
masing - masing atas bagian Ciptaannya itu.
Pasal 7
Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh
orang lain di
bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah
orang yang
merancang Ciptaan itu.
Pasal 8
(1)Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam
lingkungan
pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya
Ciptaan
itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak
mengurangi hak
Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan
dinas.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan
yang dibuat
pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.
(3)Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan,
pihak yang
membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta,
kecuali
apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.
Pasal 9
Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa Ciptaan berasal dari padanya
dengan tidak
menyebut seseorang sebagai Penciptanya, badan hukum tersebut dianggap
sebagai
Penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya.
Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui
Pasal 10
(1)Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah,
dan benda
budaya nasional lainnya.
(2)Negara memegang Hak Cipta atas folklordan hasil kebudayaan rakyat yang
menjadi milik
bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan
tangan,
koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
(3)Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2),
orang yang
bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari
instansi yang
terkait dalam masalah tersebut.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1)Jika suatu Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan itu belum
diterbitkan, Negara
memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
(2)Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya
atau pada Ciptaan
tersebut hanya tertera nama samaran Penciptanya, penerbit memegang Hak
Cipta atas
Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
(3)Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya
dan/atau
penerbitnya, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk
kepentingan
Penciptanya.
Bagian Keempat
Ciptaan yang Dilindungi
Pasal 12
(1)Dalam Undang - undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam
bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a.buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan,
dan semua hasil karya tulis lain;
b.ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c.alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
d.lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e.drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f.seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni
pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g.arsitektur;
h.peta;
i.seni batik;
j.fotografi;
k.sinematografi;
l.terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai,database, dan karya lain dari
hasil pengalih wujudan.
(2)Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan
tersendiri dengan
tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
(3)Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk
juga semua
Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu
bentuk kesatuan
yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.
Pasal 13
Tidak ada Hak Cipta atas:
a. hasil rapat terbuka lembaga - lembaga Negara;
b.peraturan perundang - undangan;
c.pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
d.putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
e.keputusan badan arbitrase atau keputusan badan - badan sejenis lainnya.
Bagian Kelima
Pembatasan Hak Cipta
Pasal 14
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a.Pengumuman dan/atau Perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan
menurut
sifatnya yang asli;
b.Pengumuman dan/atau Perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau
diperbanyak
oleh atau atas nama Pemerintah, kecuali apabila Hak Cipta itu dinyatakan
dilindungi, baik
dengan peraturan perundang - undangan maupun dengan pernyataan pada Ciptaan
itu sendiri
atau ketika Ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau
c.Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor
berita, Lembaga
Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan
sumbernya harus
disebutkan secara lengkap.
Pasal 15
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak
dianggap sebagai
pelanggaran Hak Cipta:
a.penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
dengan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b.pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna
keperluan
pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;
c.pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna
keperluan:
(i)ceramah yang semata - mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
atau
(ii)pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan
ketentuan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
d.Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam
huruf braille
guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat
komersial;
e.Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan
cara atau alat
apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu
pengetahuan atau
pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata - mata untuk
keperluan
aktivitasnya;
f.perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas
karya
arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
g.pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program
Komputer
yang dilakukan semata - mata untuk digunakan sendiri.
Bagian Keenam
Hak Cipta atas Potret
Pasal 19
(1)Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas
Potret
seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret,
atau izin ahli
warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret
meninggal
dunia.
(2)Jika suatu Potret memuat gambar 2 (dua) orang atau lebih, untuk
Perbanyakan atau
Pengumuman setiap orang yang dipotret, apabila Pengumuman atau Perbanyakan
itu
memuat juga orang lain dalam potret itu, Pemegang Hak Cipta harus terlebih
dahulu
mendapatkan izin dari setiap orang dalam Potret itu, atau izin ahli waris
masing - masing
dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah yang dipotret meninggal
dunia.
(3)Ketentuan dalam pasal ini hanya berlaku terhadap Potret yang dibuat:
a.atas permintaan sendiri dari orang yang dipotret;
b.atas permintaan yang dilakukan atas nama orang yang dipotret; atau
c.untuk kepentingan orang yang dipotret.
Pasal 20
Pemegang Hak Cipta atas Potret tidak boleh mengumumkan potret yang dibuat:
a.tanpa persetujuan dari orang yang dipotret;
b.tanpa persetujuan orang lain atas nama yang dipotret; atau
c.tidak untuk kepentingan yang dipotret,apabila Pengumuman itu bertentangan
dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret, atau dari salah seorang
ahli warisnya apabila orang yang dipotret sudah meninggal dunia.
Pasal 21
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta, pemotretan untuk diumumkan
atas seorang
Pelaku atau lebih dalam suatu pertunjukan umum walaupun yang bersifat
komersial, kecuali
dinyatakan lain oleh orang yang berkepentingan.
Pasal 22
Untuk kepentingan keamanan umum dan/atau untuk keperluan proses peradilan
pidana, Potret seseorang dalam keadaan bagaimanapun juga dapat diperbanyak dan
diumumkan oleh instansi yang berwenang.
Pasal 23
Kecuali terdapat persetujuan lain antara Pemegang Hak Cipta dan pemilik
Ciptaan fotografi,
seni lukis, gambar, arsitektur, seni pahat dan/atau hasil seni lain,
pemilik berhak tanpa
persetujuan Pemegang Hak Cipta untuk mempertunjukkan Ciptaan di dalam suatu
pameran
untuk umum atau memperbanyaknya dalam satu katalog tanpa mengurangi
ketentuan Pasal 19 dan Pasal 20 apabila hasil karya seni tersebut berupa
Potret.
Bagian Ketujuh
Hak Moral
Pasal 24
(1)Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut Pemegang Hak Cipta supaya
nama Pencipta
tetap dicantumkan dalam Ciptaannya.
(2)Suatu Ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan
kepada pihak
lain, kecuali dengan persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli
warisnya dalam hal
Pencipta telah meninggal dunia.
(3)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga terhadap
perubahan judul dan anak judul Ciptaan, pencantuman dan perubahan nama atau
nama samaran Pencipta.
(4)Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada Ciptaannya sesuai dengan
kepatutan
dalam masyarakat.
Pasal 25
(1)Informasi elektronik tentang informasi manajemen hak Pencipta tidak
boleh ditiadakan
atau diubah.
(2)Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 26
(1)Hak Cipta atas suatu Ciptaan tetap berada di tangan Pencipta selama
kepada pembeli
Ciptaan itu tidak diserahkan seluruh Hak Cipta dari Pencipta itu.
(2)Hak Cipta yang dijual untuk seluruh atau sebagian tidak dapat dijual
untuk kedua kalinya
oleh penjual yang sama.
(3)Dalam hal timbul sengketa antara beberapa pembeli Hak Cipta yang sama
atas suatu
Ciptaan, perlindungan diberikan kepada pembeli yang lebih dahulu memperoleh
Hak Cipta
itu.
Bagian Kedelapan
Sarana Kontrol Teknologi
Pasal 27
Kecuali atas izin Pencipta, sarana kontrol teknologi sebagai pengaman hak
Pencipta tidak
diperbolehkan dirusak, ditiadakan, atau dibuat tidak berfungsi.
Pasal 28
(1)Ciptaan - ciptaan yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi,
khususnya di
bidang cakram optik (optical disc), wajib memenuhi semua peraturan
perizinan dan
persyaratan produksi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana produksi berteknologi tinggi yang
memproduksi
cakram optik sebagaimana diatur pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB III
MASA BERLAKU HAK CIPTA
Pasal 29
(1)Hak Cipta atas Ciptaan:
a.buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain;
b.drama atau drama musikal, tari, koreografi;
c.segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung;
d.seni batik;
e.lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
f.arsitektur;
g.ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lain;
h.alat peraga;
i.peta;
j.terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai berlaku selama hidup
Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta
meninggal dunia.
(2)Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki oleh 2
(dua) orang atau
lebih, Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling
akhir dan
berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.
Pasal 30
(1)Hak Cipta atas Ciptaan:
a.Program Komputer;
b.sinematografi;
c.fotografi;
d.database; dan
e.karya hasil pengalihwujudan, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak
pertama kali diumumkan.
(2)Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50
(lima puluh)
tahun sejak pertama kali diterbitkan.
(3)Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
pasal ini serta
Pasal 29 ayat (1) yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum
berlaku selama 50
(lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
Pasal 31
(1)Hak Cipta atas Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara
berdasarkan:
a.Pasal 10 ayat (2) berlaku tanpa batas waktu;
b.Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak
Ciptaan
tersebut pertama kali diketahui umum.
(2)Hak Cipta atas Ciptaan yang dilaksanakan oleh penerbit berdasarkan Pasal
11 ayat (2)
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali
diterbitkan.
Pasal 32
(1)Jangka waktu berlakunya Hak Cipta atas Ciptaan yang diumumkan bagian
demi bagian
dihitung mulai tanggal Pengumuman bagian yang terakhir.
(2)Dalam menentukan jangka waktu berlakunya Hak Cipta atas Ciptaan yang
terdiri atas 2
(dua) jilid atau lebih, demikian pula ikhtisar dan berita yang diumumkan
secara berkala dan
tidak bersamaan waktunya, setiap jilid atau ikhtisar dan berita itu masing -
masing dianggap
sebagai Ciptaan tersendiri.
Pasal 33
Jangka waktu perlindungan bagi hak Pencipta sebagaimana dimaksud dalam:
a.Pasal 24 ayat (1) berlaku tanpa batas waktu;
b.Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) berlaku selama berlangsungnya jangka waktu
Hak Cipta atas
Ciptaan yang bersangkutan, kecuali untuk pencantuman dan perubahan nama
atau nama
samaran Penciptanya.
Pasal 34
Tanpa mengurangi hak Pencipta atas jangka waktu perlindungan Hak Cipta yang
dihitung
sejak lahirnya suatu Ciptaan, penghitungan jangka waktu perlindungan bagi
Ciptaan yang
dilindungi:
a. selama 50 (lima puluh) tahun;
b.selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun
setelah Pencipta
meninggal dunia dimulai sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah
Ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan, atau setelah
Pencipta meninggal dunia.
BAB IV
PENDAFTARAN CIPTAAN
Pasal 35
(1)Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat da
lam Daftar Umum Ciptaan.
(2)Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa
dikenai biaya.
(3)Setiap orang dapat memperoleh untuk dirinya sendiri suatu petikan dari
Daftar Umum
Ciptaan tersebut dengan dikenai biaya.
(4)Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
merupakan
kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta.
Pasal 36
Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung arti sebagai
pengesahan
atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang didaftar.
Pasal 37
(1)Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas Permohonan
yang
diajukan oleh Pencipta atau oleh Pemegang Hak Cipta atau Kuasa.
(2)Permohonan diajukan kepada Direktorat Jenderal dengan surat rangkap 2
(dua) yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai contoh Ciptaan atau
penggantinya dengan dikenai
biaya.
(3)Terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat
Jenderal akan
memberikan keputusan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal
diterimanya
Permohonansecara lengkap.
(4)Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah konsultan yang terdaftar
pada
Direktorat Jenderal.
(5)Ketentuan mengenai syarat - syarat dan tata cara
untuk dapat diangkat dan terdaftar sebagai konsultan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah.
(6)Ketentuan lebih lanjut tentang syarat dan tata cara Permohonan
ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
Pasal 38
Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan
hukum yang secara
Bersama - sama berhak atas suatu Ciptaan, Permohonan tersebut dilampiri
salinan resmi akta
atau keterangan tertulis yang membuktikan hak tersebut.
Pasal 39
Dalam Daftar Umum Ciptaan dimuat, antara lain:
a.nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta;
b.tanggal penerimaan surat Permohonan;
c.tanggal lengkapnya persyaratan menurut Pasal 37; dan
d.nomor pendaftaran Ciptaan.
Pasal 40
(1)Pendaftaran Ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya
Permohonan oleh
Direktorat Jenderal dengan lengkap menurut Pasal 37, atau pada saat
diterimanya
Permohonan dengan lengkap menurut Pasal 37 dan Pasal 38 jika Permohonan
diajukan
oleh lebih dari seorang atau satu badan hukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38.
(2)Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita
Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 41
(1)Pemindahan hak atas pendaftaran Ciptaan, yang terdaftar menurut Pasal 39
yang terdaftar
dalam satu nomor, hanya diperkenankan jika seluruh Ciptaan yang terdaftar
itu dipindahkan haknya kepada penerima hak.
(2)Pemindahan hak tersebut dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas
permohonan tertulis dari kedua belah pihak atau dari penerima hak dengan
dikenai biaya.
(3)Pencatatan pemindahan hak tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan
oleh
Direktorat Jenderal.
Pasal 42
Dalam hal Ciptaan didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) serta
Pasal 39, pihak lain
yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan
pembatalan melalui
Pengadilan Niaga.
Pasal 43
(1)Perubahan nama dan/atau perubahan alamat orang
atau badan hukum yang namanya
tercatat dalam Daftar Umum Ciptaan sebagai Pencipta atau Pemegang Hak
Cipta, dicatat
dalam Daftar Umum Ciptaan atas permintaan tertulis Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta
yang mempunyai nama dan alamat itu dengan dikenai biaya.
(2)Perubahan nama dan/atau perubahan alamat tersebut diumumkan dalam Berita
Resmi
Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 44
Kekuatan hukum dari suatu pendaftaran Ciptaan hapus karena:
a.penghapusan atas permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat
sebagai
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
b.lampau waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31
dengan
mengingat Pasal 32;
c.dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
BAB V
LISENSI
Pasal
45
(1)Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain
berdasarkan surat
perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2.
(2)Kecuali diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi
semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama
jangka waktu
Lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia.
(3)Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat
(2) disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta
oleh
penerima Lisensi.
(4)Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh
penerima Lisensi
adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada
kesepakatan organisasi profesi.
Pasal 46
Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta tetap boleh melaksanakan
sendiri atau
memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2.
Pasal 47
(1)Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan
akibat yang
merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2)Agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian
Lisensi wajib
dicatatkan di Direktorat Jenderal.
(3)Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang
memuat ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur
dengan Keputusan
Presiden.
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni dan budaya
yang sangat kaya. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa, dan
agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi.
Kekayaan seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual
yang dapat dan perlu dilindungi oleh undang - undang. Kekayaan itu tidak semata
- mata untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kemampuan di bidangperdagangan dan industri yang melibatkan para
Penciptanya. Dengan demikian, kekayaan seni dan budaya yang dilindungi itu
dapat meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi para Penciptanya saja, tetapi
juga bagi bangsa dan negara.
Indonesia telah ikut serta dalam pergaulan masyarakat dunia dengan menjadi
anggota dalam Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup pula Agreement on Trade
Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan tentang Aspek-aspek
Dagang Hak Kekayaan
Intelektual), selanjutnya disebut TRIPs, melalui Undang-undang Nomor 7
Tahun 1994. Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for the
Protection of Artistic and Literary Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan
Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World
Intellectual Property Organization Copyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta
WIPO), selanjutnya disebut WCT, melalui
Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.
Saat ini Indonesia telah memiliki Undang - undang Nomor 6 Tahun 1982
tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang - undang Nomor 7 Tahun
1987 dan terakhir diubah dengan Undang - undang Nomor 12 Tahun 1997 yang
selanjutnya disebut Undang - undang Hak Cipta. Walaupun perubahan itu telah
memuat beberapa penyesuaian pasal
yang sesuai dengan TRIPs, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu
disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya - karya intelektual di
bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektual
yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tersebut di atas. Dari
beberapa konvensi di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang disebut di atas,
masih terdapat beberapa ketentuan yang sudah sepatutnya dimanfaatkan. Selain
itu, kita perlu menegaskan dan memilah kedudukan Hak Cipta di satu pihak dan
Hak Terkait di lain pihak dalam rangka memberikan perlindungan bagi karya
intelektual yang bersangkutan secara lebih jelas. Dengan memperhatikan hal -
hal di atas dipandang perlu untuk mengganti Undang – undang Hak Cipta dengan
yang baru. Hal itu disadari karena kekayaan seni dan budaya, serta pengembangan
kemampuan intelektual masyarakat Indonesia memerlukan perlindungan hukum yang
memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang diperlukan dalam
melaksanakan pembangunan nasional.
Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral
rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan
serta produk Hak Terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta
atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun,
walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan.
Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya
cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan
keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau
keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar.
Undang - undang ini memuat beberapa ketentuan baru, antara lain, mengenai:
1.database merupakan salah satu Ciptaan yang dilindungi;
2.penggunaan alat apa pun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk
media internet, untuk pemutaran produk - produk cakram optik
(optical disc) melalui media audio, media audiovisual dan/atau sarana
telekomunikasi;
3.penyelesaian sengketa oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif
penyelesaian sengketa;
4.penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi
pemegang hak;
5.batas waktu proses perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait,
baik di Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung;
6.pencantuman hak informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol
teknologi;
7.pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap produk-produk
yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi;
8.ancaman pidana atas pelanggaran Hak Terkait;
9.ancaman pidana dan denda minimal;
10.ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan Program Komputer untuk
kepentingan komersial secara tidak sah dan melawan hukum.
Langganan:
Postingan (Atom)